Anak-anak
yang kami cintai. Kami ingin sedikit bernostalgia tentang kelahiran kalian.
Tahukah, nak? Ketika kami melihat dua garis merah di alat tes kehamilan kami,
tahukah apa rasanya, nak? Allah Maha Besar, nak. Percayalah, Tak ada dari kami
yang luput dari tetesan air mata haru. Begitupun ayah-ayah kalian, yang serta
merta memeluk dan mencium kening kami, manakala kami berseru dari kamar mandi
untuk memberitakan kabar bahagia itu. We will be parents. Such a GIFT!
Banyak
dari kami yang segera dipercaya menjadi orangtua, tepat setelah mengucapkan
ikrar hidup bersama di hadapan Tuhan dan handai taulan, ikrar setia sampai
nanti, dalam keadaan apapun. Alhamdulillah.
Banyak
dari kami yang menanti cukup lama untuk bertemu dengan kalian, duhai buah hati
kami. Ada yang berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Segala daya upaya
diusahakan, untuk mencapai salah satu tujuan dalam berumahtangga, yakni
melanjutkan keturunan.
Lain
padang lain ilalang. Lain rumah tangga lain ujian. Yang segera mendapat anak
tentu gembira bukan kepalang, namun diuji untuk menjadi orangtua sekaligus
belajar berumahtangga dan mendalami karakter ayah kalian yang terkadang masih
sukar dipercaya (baca: seperti kanak-kanak). Mungkin ayah kalian juga
berpikiran serupa. Mesti menjadi pemimpin dan panutan dua manusia tidaklah
mudah. Istri dan anak. Belum lagi mempelajari emosi istri yang naik turunnya
terkadang tak terkendali (sedikit-sedikit menangis, sedikit-sedikit ngambek).
Percayalah, tidak mudah, nak.
Bagi
kami yang lama mendapat keturunan. Pertanyaan demi pertanyaan yang itu ke itu
saja,” udah ngisi belum?”, yang mungkin terdengar simpel tapi dampaknya
mendalam. Tak sedikit dari kami yang menangis sesenggukan di bahu suami kami
ketika ibu mertua kami mendesak berkata ingin menimang cucu setelah empat tahun
pernikahan dan hasilnya masih nihil. Ibu mertua yang baik, bukankah kami sudah
berupaya? Mulai dari periksa dokter kandungan, pijat khusus, minum susu khusus
perencanaan kehamilan, hanya memakan makanan untuk kesuburan (toge, telur,
makanan laut, dan sebagainya), melakukan ibadah umroh atau sekedar menitip doa
kepada keluarga dan para sahabat yang berangkat haji atau umroh. Hanya Allah
Yang Maha Tahu kapan kami akan diberi amanah menjadi orangtua, nak. Jalan kami
sungguh berliku untuk mendapatkanmu. Kesabaran kami sungguhlah diuji pada tahap
ini.
Memasuki
masa kehamilan, nak. Sungguh pun kami sangat berbahagia, ada kalanya kami
merasa tersiksa dengan muntahan demi muntahan, tak jarang pingsan, asupan
makanan yang kurang karena banyaknya pantangan, enegnya karena diharuskan
meminum aneka jenis minuman (sebutlah susu ibu hamil, sari kacang hijau, kunyit
asem, dan lain-lain). Yang biasa kami santap (segala sesuatu yang pedas dan
manis) dipantang dan segala yang tak pernah kami sentuh sebelum hamil,
disodorkan pada kami untuk dihabiskan. Terpaksakah? Demi kalian, nak. Apapun
kami lakukan.
Badan
kami tidak lagi milik kami, nak. Lekukan badan kami (yang hanya dilihat oleh
ayah kalian) saat gadis tidak lagi ada. Digantikan pembengkakan dan pembesaran
dimana-mana. Perut, sudah tentu. Disanalah kalian berada, nak, selama Sembilan bulan
lamanya. Pipi, tangan, paha, kaki, semua bagian tubuh kami pun ‘menyesuaikan’
dengan pembesaran perut kami. Tidur tak lagi pulas karena setiap persendian
kami terasa ngilu, badan terasa panas di malam hari, nafas kami semakin berat,
bahkan membalikkan posisi badan saat tidur pun semakin butuh tenaga ekstra,
anakku.
Setiap
bulan kami senantiasa mengintip keadaan kalian di dalam sana, wahai bidadari/
ksatria kecil kami. Ditemani ayah kalian, tentu. Mereka sama interestnya dengan
kami. Pertarungan sengit mengenai jenis kelamin akan selalu terjadi di
kehamilan pertama. Ayah ingin ksatria. Ibu ingin bidadari. Haha, kekanakan ya
kami?
Tibalah
hari persalinan. Semua ibu INGIN melahirkan normal. Tapi tidak semua ibu BISA
melahirkan normal, nak. Bukan, bukan karena takut atau cinta kami yang tak
sebesar dunia. Bukan, nak. Kondisi kami berbeda-beda. Sepanjang hidup kami, kami
selalu mendengarkan jawaban,” Alhamdulillah, normal” -apabila seorang ibu
melahirkan dengan cara alami. Bagi kami yang melahirkan di meja operasi? Kami rata-rata
menjawab, “cesar”, diiringi dengan bibir yang dimodifikasi sedemikian rupa membentuk
cemberut atau serupa garis tipis yang dikulum. Jarang dari kami yang menjawab
seperti ini, “Alhamdulillah, cesar, dan selamat.”. Padahal baik cesar maupun
normal, keduanya haruslah, Alhamdulillah! Cintanya sama besarnya. Perjuangannya
sama besarnya!
Dan
kalian pun lahir ke dunia, wahai anak-anak kami. Satu hingga lima bulan pertama
permasalahan kami hanya sebatas ASI yang kalian konsumsi. Seiring semakin
tumbuhnya kalian, semakin kompleks pula yang kami hadapi. Bagaimana kalian
mengkopi segalanya yang kalian lihat tanpa disaring. Tarian geal-geol, padahal
kami telah menyetel TV khusus bayi. Kalian yang bercanda kelewat keras, bahkan
menjenggut rambut kami pun kalian anggap bercanda sambil tertawa-tawa. Masya
Allah, nak. Kalian belum bisa berpikir jadi kami hanya bisa tersenyum sambil
menahan sakit dan berkata,”Nak, hayo bercandanya yang pinter yaa”. Dan kalian
pun menganggap itu sebagai dukungan dari polah kalian dan mengulanginya lagi.
Kami hanya bisa mengelus dada dan menghindar. Kami tahu tidaklah patut memarahi,
mengomeli kalian yang belum tahu apa-apa di usia rentang 0 hingga 5 tahun itu.
Lalu
permasalahan mengenai siapa yang akan mengasuh kalian. Nenek, saudara, orang
lain, atau kami yang harus berhenti kerja, nak. Sebisa mungkin kami berjuang
untuk kehidupan kalian yang lebih baik. Baik ibu yang memilih bekerja maupun
memilih tinggal di rumah, kami melakukannya sesuai dengan kondisi kami
masing-masing, nak. Tak ada cinta yang lebih besar. Tak ada cinta yang lebih
kecil. Kalian ingat ya, nak. Apapun kondisi kami. Bagaimana cara kami mengasuh
kalian. Apa yang dapat kami berikan untuk kalian. Percayalah, nak. Kami
memberikan apa-apa yang terbaik dari kami senantiasa. Tumbuhlah jadi anak
sholeh/sholehah ya nak, anak yang kuat dan sehat, selalu ceria. Doa kami selalu
bersama kalian.
Dari
kami, ibu-ibu di seluruh dunia :)
Peluk kami untukmu. Oh ya, dan ayah juga bilang I LOVE YOU!