Rabu, 28 Mei 2014

Selebritas dan Pendidikan



Aktris Emma Watson (knowing famously as Hermione di Harry Potter) graduated from Brown Unicersity. Thumbss up



Sedang marak di acara-acara gosip. Bukannya saya menonton dengan seksama  loh ya, hanya sekilas sambil lalu saja, ehem. Banyak selebritas terkenal yang ‘menghilang’ dari dunia hiburan sejenak dan ternyata telah menyelesaikan studinya. Tak main-main, mereka kuliah di Universitas ternama di luar negeri.

Ada Cinta Laura, Columbia University, lulus S1 hanya dalam jangka waktu 3 tahun, cum laude pula. Ini perempuan yang beberapa tahun yang lalu muncul dengan jargon, “becek, gag ada ojek” itu kan ya? Cukup sebal saat itu saya mendengarnya. Sok kebule-bulean, kata saya. Ketika dia mengeluarkan single-nya “Oh baby”, saya pun jadi berbalik menyukai dia. Suka lagunya, lebih tepatnya. Ditambah lagi, ia beradu akting dengan artis Hollywood di film The Philosophers, plus prestasinya di bidang pendidikan. Saya bisa bilang thumbs up! Seketika aksen bule campur-campurnya tidak terdengar sok-sokan lagi di kuping saya.

Ada Vidi Aldiano yang juga telah lulus, Tasya, dan Gita Gutawa (masih kuliah). Mereka termasuk salah satu (apa salah tiga ya, kan itu bertiga?:p) seleb tersohor yang concern terhadap pendidikan.

And is there any problem with that?

Yes, of course. Saya angkat topi buat mereka-mereka ini. Kalau orang biasa yang menyelesaikan studi lebih cepat plus summa cum laude mah itu hal yang biasa. Mereka ini selebritas. Mereka mampu membawa perubahan. 

Perubahan macam apa?

Mereka itu idola. Terlepas dari kita ngefans atau tidaknya, we have to admit bahwa banyak orang menjadikan mereka sebagai idola. Cara bicara, cara berpakaian, dan cara berpikir para idola ini sangat mempengaruhi banyak anak muda. 
Kepedulian mereka terhadap pendidikan, itu merupakan contoh yang sangat baik bagi adik-adik, saudara, atau bahkan anak-anak kita, yang mungkin bukan ngefans, hanya sekedar follow di twitter or instagram. Tapi akuilah bahwa generasi muda sangat gampang terpengaruh idolanya. Kita dulu pernah sangat tergila-gila pada boyband macam NSYNC, Westlife, dan Backstreet Boys, right?

Jadi saya betul-betul mengharapkan semakin banyak selebritas muda yang tetap memperhatikan pendidikannya. Iya, benar, ijazah itu bukanlah satu-satunya tolak ukur kesuksesan seseorang.. Iya, benar, tanpa lulus sarjana pun bisa menjadi seorang maestro di segala bidang. But hey you are, celebrities, you have power to INFLUENCE people.

Gunakanlah power dan pengaruh anda-anda sekalian untuk mengajak sebanyak-banyaknya generasi muda untuk berbuat kebaikan and to ACHIEVE MORE!

Agree?



Selasa, 27 Mei 2014

Anakku, anakmu, anak kita


Anak-anak yang kami cintai. Kami ingin sedikit bernostalgia tentang kelahiran kalian. Tahukah, nak? Ketika kami melihat dua garis merah di alat tes kehamilan kami, tahukah apa rasanya, nak? Allah Maha Besar, nak. Percayalah, Tak ada dari kami yang luput dari tetesan air mata haru. Begitupun ayah-ayah kalian, yang serta merta memeluk dan mencium kening kami, manakala kami berseru dari kamar mandi untuk memberitakan kabar bahagia itu. We will be parents. Such a GIFT!

Banyak dari kami yang segera dipercaya menjadi orangtua, tepat setelah mengucapkan ikrar hidup bersama di hadapan Tuhan dan handai taulan, ikrar setia sampai nanti, dalam keadaan apapun. Alhamdulillah.

Banyak dari kami yang menanti cukup lama untuk bertemu dengan kalian, duhai buah hati kami. Ada yang berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Segala daya upaya diusahakan, untuk mencapai salah satu tujuan dalam berumahtangga, yakni melanjutkan keturunan.

Lain padang lain ilalang. Lain rumah tangga lain ujian. Yang segera mendapat anak tentu gembira bukan kepalang, namun diuji untuk menjadi orangtua sekaligus belajar berumahtangga dan mendalami karakter ayah kalian yang terkadang masih sukar dipercaya (baca: seperti kanak-kanak). Mungkin ayah kalian juga berpikiran serupa. Mesti menjadi pemimpin dan panutan dua manusia tidaklah mudah. Istri dan anak. Belum lagi mempelajari emosi istri yang naik turunnya terkadang tak terkendali (sedikit-sedikit menangis, sedikit-sedikit ngambek). Percayalah, tidak mudah, nak.

Bagi kami yang lama mendapat keturunan. Pertanyaan demi pertanyaan yang itu ke itu saja,” udah ngisi belum?”, yang mungkin terdengar simpel tapi dampaknya mendalam. Tak sedikit dari kami yang menangis sesenggukan di bahu suami kami ketika ibu mertua kami mendesak berkata ingin menimang cucu setelah empat tahun pernikahan dan hasilnya masih nihil. Ibu mertua yang baik, bukankah kami sudah berupaya? Mulai dari periksa dokter kandungan, pijat khusus, minum susu khusus perencanaan kehamilan, hanya memakan makanan untuk kesuburan (toge, telur, makanan laut, dan sebagainya), melakukan ibadah umroh atau sekedar menitip doa kepada keluarga dan para sahabat yang berangkat haji atau umroh. Hanya Allah Yang Maha Tahu kapan kami akan diberi amanah menjadi orangtua, nak. Jalan kami sungguh berliku untuk mendapatkanmu. Kesabaran kami sungguhlah diuji pada tahap ini.


Memasuki masa kehamilan, nak. Sungguh pun kami sangat berbahagia, ada kalanya kami merasa tersiksa dengan muntahan demi muntahan, tak jarang pingsan, asupan makanan yang kurang karena banyaknya pantangan, enegnya karena diharuskan meminum aneka jenis minuman (sebutlah susu ibu hamil, sari kacang hijau, kunyit asem, dan lain-lain). Yang biasa kami santap (segala sesuatu yang pedas dan manis) dipantang dan segala yang tak pernah kami sentuh sebelum hamil, disodorkan pada kami untuk dihabiskan. Terpaksakah? Demi kalian, nak. Apapun kami lakukan.

Badan kami tidak lagi milik kami, nak. Lekukan badan kami (yang hanya dilihat oleh ayah kalian) saat gadis tidak lagi ada. Digantikan pembengkakan dan pembesaran dimana-mana. Perut, sudah tentu. Disanalah kalian berada, nak, selama Sembilan bulan lamanya. Pipi, tangan, paha, kaki, semua bagian tubuh kami pun ‘menyesuaikan’ dengan pembesaran perut kami. Tidur tak lagi pulas karena setiap persendian kami terasa ngilu, badan terasa panas di malam hari, nafas kami semakin berat, bahkan membalikkan posisi badan saat tidur pun semakin butuh tenaga ekstra, anakku.

Setiap bulan kami senantiasa mengintip keadaan kalian di dalam sana, wahai bidadari/ ksatria kecil kami. Ditemani ayah kalian, tentu. Mereka sama interestnya dengan kami. Pertarungan sengit mengenai jenis kelamin akan selalu terjadi di kehamilan pertama. Ayah ingin ksatria. Ibu ingin bidadari. Haha, kekanakan ya kami?

Tibalah hari persalinan. Semua ibu INGIN melahirkan normal. Tapi tidak semua ibu BISA melahirkan normal, nak. Bukan, bukan karena takut atau cinta kami yang tak sebesar dunia. Bukan, nak. Kondisi kami berbeda-beda. Sepanjang hidup kami, kami selalu mendengarkan jawaban,” Alhamdulillah, normal” -apabila seorang ibu melahirkan dengan cara alami. Bagi kami yang melahirkan di meja operasi? Kami rata-rata menjawab, “cesar”, diiringi dengan bibir yang dimodifikasi sedemikian rupa membentuk cemberut atau serupa garis tipis yang dikulum. Jarang dari kami yang menjawab seperti ini, “Alhamdulillah, cesar, dan selamat.”. Padahal baik cesar maupun normal, keduanya haruslah, Alhamdulillah! Cintanya sama besarnya. Perjuangannya sama besarnya!

Dan kalian pun lahir ke dunia, wahai anak-anak kami. Satu hingga lima bulan pertama permasalahan kami hanya sebatas ASI yang kalian konsumsi. Seiring semakin tumbuhnya kalian, semakin kompleks pula yang kami hadapi. Bagaimana kalian mengkopi segalanya yang kalian lihat tanpa disaring. Tarian geal-geol, padahal kami telah menyetel TV khusus bayi. Kalian yang bercanda kelewat keras, bahkan menjenggut rambut kami pun kalian anggap bercanda sambil tertawa-tawa. Masya Allah, nak. Kalian belum bisa berpikir jadi kami hanya bisa tersenyum sambil menahan sakit dan berkata,”Nak, hayo bercandanya yang pinter yaa”. Dan kalian pun menganggap itu sebagai dukungan dari polah kalian dan mengulanginya lagi. Kami hanya bisa mengelus dada dan menghindar. Kami tahu tidaklah patut memarahi, mengomeli kalian yang belum tahu apa-apa di usia rentang 0 hingga 5 tahun itu.
Lalu permasalahan mengenai siapa yang akan mengasuh kalian. Nenek, saudara, orang lain, atau kami yang harus berhenti kerja, nak. Sebisa mungkin kami berjuang untuk kehidupan kalian yang lebih baik. Baik ibu yang memilih bekerja maupun memilih tinggal di rumah, kami melakukannya sesuai dengan kondisi kami masing-masing, nak. Tak ada cinta yang lebih besar. Tak ada cinta yang lebih kecil. Kalian ingat ya, nak. Apapun kondisi kami. Bagaimana cara kami mengasuh kalian. Apa yang dapat kami berikan untuk kalian. Percayalah, nak. Kami memberikan apa-apa yang terbaik dari kami senantiasa. Tumbuhlah jadi anak sholeh/sholehah ya nak, anak yang kuat dan sehat, selalu ceria. Doa kami selalu bersama kalian.
Dari kami, ibu-ibu di seluruh dunia :) Peluk kami untukmu. Oh ya, dan ayah juga bilang I LOVE YOU!