Hari
ini hari Sabtu. Hari ini adalah hari besar ibuku. Usia 53 tahun, seorang
pegawai negeri sipil biasa. Hari ini ia sedang berjuang menjemput
impiannya untuk menjadi seorang Sarjana
Terlambat? Ya.....
Ibuku PNS berijazahkan diploma. Seumur hidupnya, di kantornya, ia selalu disalip rekan-reakannya yang berijazahkan S1 (and even more), dalam hal karir, pemasukan, penghargaan, dan sebagainya. Gaji anak-anak baru jauh lebih besar daripadanya. Jam terbang yang seharusnya diberikan padanya, diberikan pada anak-anak bau kencur yang baru mendapatkan SK. Belum lagi cemoohan, sindiran ala ibu-ibu yang ditujukan kepadamu. Miriskah ibu? Ya, tentu. Tapi demi anak-anakmu....
Ah, apalah yang patut dibanggakan dari pekerjaan PNS? Kerja santai, ketawa ketiwi, hidup senang, dapat pensiunan....
Itu kan katamu. Aku menyaksikan dengan mata kepalaku bagaimana ibuku berjuang membesarkan kami. Berjualan es agar yang aku antar ke sekolah-sekolah tiap pagi sebelum aku berangkat ke sekolahku sendiri, sebuah sekolah muslim elit di kawasan kota.... Berjualan baju, berjualan pil ekstrak mengkudu (yang saat itu sedang populer) yang diolah dengan tangannya sendiri, berjualan lontong pecel Padang, rasa-rasanya semua telah kau jalani demi menambah penghasilan dari pekerjaanmu yang (mungkin) pikirmu belum cukup untuk membawa anak-anakmu ke pendidikan yang TERBAIK.
Pendidikan terbaik. Bukan mainan teranyar, bukan rumah besar, bukan pula mobil dan supir yang siap mengantar....
Ya, ibuku selama ini telah menahan sejuta angannya untuk kedua anaknya. Pendidikan kami adalah the most she concern for. Lupakan gadget yang in di kalangan ibu-ibu kantornya, lupakan soal jalan-jalan ke negeri patung singa bersama tetangga-tetangga, lupakan soal bersenang-senang....
Ibu, ibu, ibu....
Akhirnya hari ini tibalah saatmu wujudkan mimpimu. Menjadi seorang Sarjana. Betul, titel bukanlah segalanya. Namun bukan berarti titel itu menjadi tidak penting, bukan? Karena selalu ada banyak cerita heroik dibalik perjuangan mengejar titel. Hehe
Terimakasih ibu, untuk mengajarkan kami arti dari sebuah perjuangan. Bukan, bukan hanya mengajarkan. Tetapi MENUNJUKKAN.
Sekarang engkau hidup nyaman di rumah mungil kita yang telah disulap menjadi dua tingkat, dengan mobil mini yang dapat engkau setir kemana pun engkau mau, sebuah kafe di depan kampus yang dikelola bersama adik perempuanmu.
Bergembiralah, ibu. Sekaranglah saatmu.
Salam sayang dari anak pertamamu-yang master-yang bekerja di perusahaan BUMN dan anak keduamu-yang kini tengah menjalani pendidikan di sebuah institut ternama di kota kembang, dan suamimu tercinta-pejabat eselon dua PNS-yang sama-sama mencintai kesederhanaan seperti dirimu.
WE LOVE YOU!
PS: Mohon maaf bukannya menyombongkan titel, sekolah elit, dan sebagainya, hanya ingin menunjukkan betapa besar PERJUANGAN yang telah dijalani ibu kami. Maaf bila tidak berkenan. Thank Yous
Terlambat? Ya.....
Ibuku PNS berijazahkan diploma. Seumur hidupnya, di kantornya, ia selalu disalip rekan-reakannya yang berijazahkan S1 (and even more), dalam hal karir, pemasukan, penghargaan, dan sebagainya. Gaji anak-anak baru jauh lebih besar daripadanya. Jam terbang yang seharusnya diberikan padanya, diberikan pada anak-anak bau kencur yang baru mendapatkan SK. Belum lagi cemoohan, sindiran ala ibu-ibu yang ditujukan kepadamu. Miriskah ibu? Ya, tentu. Tapi demi anak-anakmu....
Ah, apalah yang patut dibanggakan dari pekerjaan PNS? Kerja santai, ketawa ketiwi, hidup senang, dapat pensiunan....
Itu kan katamu. Aku menyaksikan dengan mata kepalaku bagaimana ibuku berjuang membesarkan kami. Berjualan es agar yang aku antar ke sekolah-sekolah tiap pagi sebelum aku berangkat ke sekolahku sendiri, sebuah sekolah muslim elit di kawasan kota.... Berjualan baju, berjualan pil ekstrak mengkudu (yang saat itu sedang populer) yang diolah dengan tangannya sendiri, berjualan lontong pecel Padang, rasa-rasanya semua telah kau jalani demi menambah penghasilan dari pekerjaanmu yang (mungkin) pikirmu belum cukup untuk membawa anak-anakmu ke pendidikan yang TERBAIK.
Pendidikan terbaik. Bukan mainan teranyar, bukan rumah besar, bukan pula mobil dan supir yang siap mengantar....
Ya, ibuku selama ini telah menahan sejuta angannya untuk kedua anaknya. Pendidikan kami adalah the most she concern for. Lupakan gadget yang in di kalangan ibu-ibu kantornya, lupakan soal jalan-jalan ke negeri patung singa bersama tetangga-tetangga, lupakan soal bersenang-senang....
Ibu, ibu, ibu....
Akhirnya hari ini tibalah saatmu wujudkan mimpimu. Menjadi seorang Sarjana. Betul, titel bukanlah segalanya. Namun bukan berarti titel itu menjadi tidak penting, bukan? Karena selalu ada banyak cerita heroik dibalik perjuangan mengejar titel. Hehe
Terimakasih ibu, untuk mengajarkan kami arti dari sebuah perjuangan. Bukan, bukan hanya mengajarkan. Tetapi MENUNJUKKAN.
Sekarang engkau hidup nyaman di rumah mungil kita yang telah disulap menjadi dua tingkat, dengan mobil mini yang dapat engkau setir kemana pun engkau mau, sebuah kafe di depan kampus yang dikelola bersama adik perempuanmu.
Bergembiralah, ibu. Sekaranglah saatmu.
Salam sayang dari anak pertamamu-yang master-yang bekerja di perusahaan BUMN dan anak keduamu-yang kini tengah menjalani pendidikan di sebuah institut ternama di kota kembang, dan suamimu tercinta-pejabat eselon dua PNS-yang sama-sama mencintai kesederhanaan seperti dirimu.
WE LOVE YOU!
PS: Mohon maaf bukannya menyombongkan titel, sekolah elit, dan sebagainya, hanya ingin menunjukkan betapa besar PERJUANGAN yang telah dijalani ibu kami. Maaf bila tidak berkenan. Thank Yous
Tidak ada komentar:
Posting Komentar