Once
upon a time,
alkisah ada sebuah resto steak pinggir jalan bernama Holycow
(terjemahan goggle: sapi suci). Sekitar 2010, saya tahu tentang resto
ini dari
tweet
seorang vokalis band kesukaan saya (hayo tebak sapa….). Usut punya
usut, rencana punya rencana, saya pun mendatangi resto tersebut
bersama calon suami saya (kala itu belum menikah).
Terletak di pinggir jalan di kawasan Radio Dalam – Jaksel, resto yang satu ini tak sulit ditemukan. Dan sesuai dengan hasil riset saya sebelumnya, makan di resto ini: ANTRI. Seperti di resto pizza, jika berkenan menunggu antrian, maka akan dicatat, lalu dipanggil berurutan (kak, resto pizza apa rumah sakit ini kak maksudnya?). Fine, kita dapat urutan ke 26. FYI, Holycow saat itu HANYA buka setelah pukul 5 sore. Kami datang pukul setengah enam sudah dapat antrian ke-26. Jadilah kami mencari masjid terdekat, sembari menunggu mari kita jalankan sholat.
Back again to Holycow. Antriannya suuuper panjang. Makin malam makin panjang sepertinya. Saya perhatikan semua menunggu dengan riang gembira. Yang meninggalkan tempat pun keluar resto dengan sumringah (berarti enak yaaaa). Singkat cerita, kami duduk di satu meja panjang dengan pengunjung lainnya. Dempet-dempetan, keringatan (iya kak, ga ada AC, restonya terbuka kayak jajanan pecel lele pinggir jalan gitu, tapi harga makanannya kaaak…. Ya ala-ala resto gitu deh). Tapi semua senang. Semua happy-happy aja. Koki pun memasak steak di depan kita (kalo posisi kami sih membelakangi koki saat itu dan duduk ga pas banget di belakangnya). Jadi intinya konsepnya open kitchen. PUAS banget malam itu akhirnya perdana merasakan lezatnya steak by Holycow ini.
Dagingnya tebal, dimasaknya pas sesuai pesanan (medium-well, saya suka yang ga terlalu matang, jadi masih ada sedikit pink pucat gitu dagingnya), saosnya super yum, pelayanan cepat, semuanya deh pokoknya (kecuali waktu itu belum ada debit kak, jadi muter dulu cari atm haha). So I said, this is RECOMMENDED. Jauh melebihi resto pesaingnya kala itu yang duluan famous, A*uba Steak. JAUH.
But what happen now?
Manajemen holycow terbelah dua. Terjadi ketidaksamaan visi lagi (mungkin nih ya) di antara mereka. Jadilah resto ini resto komersil seperti saat sekarang ini. Ada dua versi, Holycow versi aseli dan versi lainnya. Tetap satu nama Holycow. Tapi jika dipantau tweetnya ada steakbyholycow (yang aseli) dan holycowsteak (yang lainnya). Saya ga tau ini masuk gank yang mana, outletnya tersebar di Senopati, Kelapa Gading, Kemang, Kebon Jeruk, Bintaro, terakhir saya lihat di Alam Sutera – yang notabene deket banget dari rumah. But I am not that excited anymore Karena apa? Yak arena resto ala pinggir jalan namun high class steak ini berubah menjadi resto steak sebenarnya. Ga ada lagi konsep duduk dempet-dempetan, panas-panasan. Bahkan di beberapa outletnya ga lagi open kitchen. Dagingnya udah ga setebal dulu, experience makan steak nya ya udah biasa aja kayak steak-steak kebanyakan.
Seharusnya saya senang ya. Sekarang tempat duduknya sudah ekslusif, tidak lagi harus berbaur, tidak kepanasan dekat-dekat kompor chefnya, tidak keringatan, dsb. Worth the money we spent. Lama-lama menjelma jadi kayak A*uba dan kawan-kawan. Padahal specialty yang saya tangkap dari Holycow ini ya itu tadi. Experience makan steak mahal yang unik, merakyat, dan kehangatan. Sekarang semuanya jauh aja.
Well, the moral of this story is, some things (atau tepatnya di kasus ini some place) will be history. Enjoy the pleasure with your beloved one as much as you can before all things change.
Things may change, but not our love. Hahahah. Kaga nyambung dah bebebbb.
See u around good readers!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar