Selasa, 24 Juni 2014

Mbak Cantik


This one I make for you, dear.

Seorang gadis bermuka Tionghoa namun berlogat medok Jawa. Hahaha. Menipu sekali, ya? :D Ia selalu menambahi embel-embel namanya dengan cantik. Misal: tari cantik (ini misal loh yaaa, jangan diprotes ah! haha).

Memang qualified sih kalo si gadis ini menambahi embel-embel tersebut di namanya. Saat diklat pelatihan masuk kerja, dia selalu diiringi fans setianya (yang semuanya lelaki) kemana-mana. Para lelaki itu selalu menyerukan namanya, yang mau tak mau membuat saya menoleh ingin tahu ada keriuhan apa, dan akhirnya mengenali gadis ini-sebatas rupa dan nama. Cantik.

Saking cantiknya, saat saya sedang menggantikan ia di unit kerjanya, nasabah pun bertanya: "loh, mbak cantik yang biasanya kemana ya?". Jederrr. Seutas kalimat itu mengandung banyak makna:
A. Mbak cantik benar-benar cantik
B. Saya juga cantik tapi kurang cantik dibanding mbak cantik
C. Saya tidak cantik
D. Saya jelek
E. Sekarepmu wae lah

Hahaha.....

Saya tidak ingat dimana tepatnya saya pertama kali berkenalan dia. Via chat atau jejaring sosial, sepertinya. Bertemu muka bisa dihitung dengan jari karena memang jarak kantor kami yang berjauhan.

Ia senang memuji tulisan saya. Rutin menanya apakah ada tulisan terbaru saya. Ketika beberapa pihak tidak menyukai apa yang saya tulis (karena mengandung unsur protes, maybe, tak tahulah), ia tetap memujinya dan berkata betapa saya bisa menahan kemurkaan saya melalui tulisan yang tetap apik dan santun. Harimau di dalam, domba yang keluar. Hahaha. That is too much for me, dear, really. But thanks  :)

Baru terjadi kemarin. Ketika si cantik ini menelfon saya. Dari suaranya saya tahu pasti dia habis menangis. Ia pun meminta saya mendoakannya pada hari ini, the biggest day of her life, ia akan menjalankan sidang yang akan berujung pada pemberhentiannya dari tempat bekerja kami.

Uh, oh, salah apa dia?

‘Kesalahan’ yang bahkan tidak bisa dikontrol semesta.

Cinta.

One of those man yang menyeru-nyerukan namanya ketika itu, luckily marry her. Aturannya di kantor kami adalah, bila menikah sesama pegawai perusahaan, one of them must go. Out.

Ia yang keluar.

Saya pun mau tak mau turut terisak.

Ia berkata, kemarin-kemarin rasanya sudah siap, namun ketika sudah tiba waktunya untuk benar-benar pergi, sejuta kenangan kembali menyeruak dan tak pelak membuat hati sedih….

Bagaimana cerita perjuangannya hingga bisa sampai disini hingga meninggalkan kampung halaman, meninggalkan Ibu yang sangat dicintainya - merantau ke Jakarta untuk membuat sang Ibu bangga. Bagaimana ia dan lelakinya bertemu. Segala intrik yang terjadi di antara keduanya. Putus-nyambung, putus-nyambung lagi. Hingga berakhir di pelaminan berikrar sehidup semati.

It all ends here.

Now.

Pada akhirnya ia harus pergi meninggalkan semua kenangan itu.

Saya sedikit banyaknya paham perasaan itu. Banyak sekali memori yang tak terganti yang terjadi di tempat ini. Kami semua yang (saat itu) sama-sama bersemangat memasuki dunia baru kami, dan mengikrarkan janji untuk bertemu di diklat kenaikan pangkat (yang akan terjadi entah kapan). Semua tinggal cerita.

Saya bukanlah pemberi saran terbaik sejagad raya. Saya hanya meminta dia untuk lebih fokus pada janin yang kini ada di rahimnya dan tetap semangat.

Heyy,, kamu! Give me a cute baby-niece/nephew! Selesaikan tesismu! There’s a lot to do! There’s a lot more memory to come that will be written in your diary of life!

Tetap semangat mbak Cantik, doa terbaikku selalu untuk jenengan yo :) 

Jangan lupakan akuuu!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar