Gagu.
Iya,
gagu.
Saya
butuh waktu lama untuk menyuarakan pendapat saya di suatu majelis.
Tapi
suruhlah saya menuliskan suara saya.
Anda
minta sekalimat.
Saya
beri dua bab.
Begitupun
dalam euforia pemilu presiden kali ini yang ramai sekali
diperbincangkan. Saya paling beradu argumen dengan mantan kekasih
(baca: suami), ayah, dan ibu saya. Selebihnya saya memilih
menuliskannya dan hanya diam saja bila di depan saya nyata-nyata
ada yang berdebat.
Dalam
memutuskan sesuatu, saya cenderung mendengarkan dan mengikuti pola
pikir ORANG YANG SAYA KENAL BAIK.
Bukan
berarti saya tidak punya pendirian, nope. As I said tadi
kan, cenderung, tidak selalu :)
Sebutlah
para senior di kampus, para aktifis (istilah saya gaulis sih, saya
masih bukan merasa aktifis meskipun mendapat anugerah bintang aktifis kampus sewaktu diwisuda
dulu. Saya hanya bergaul dengan berbagai orang, tanpa pandang
bulu. Haha), guru-guru besar, pemikir sekaligus praktisi handal (ga pake setengah-setengah ya, pemikir saja, atau praktisi saja, emang telor setengah mateng? Hahah), pendek kata, The Great One. Orang yang
saya (dan banyak orang lain) pikir hebat. Merekalah yang saya
dengarkan argumentasinya. Saya dengarkan, ya, bukan berarti saya lalu
menelan bulat-bulat omongan mereka. Saya rekam di otak saya, saya
buat suatu perbandingan dengan opposite mereka, saya tulis
positif-negatifnya, saya bawa ke diri saya, dan ya... I still
stand on their thoughts.
Kalau
kata kawan saya si Helvira Hasan, ini masalah selera. Saya dan dia
sama-sama penulis. Andal di tulisan, tapi di kelas kami selalu
mengambil tempat duduk paling belakang, dan tolak-tolakan bila
disuruh berdiskusi. Hihihi.
Ya,
selera. Saya memilih untuk menyetujui pendapat mereka yang saya
kenal. Saya memilih untuk tidak menerima hasutan pemikir-pemikir,
yang bahkan, saya saja baru tahu namanya sepintas lalu. Saya menolak
terprovokasi data tak akurat. Saya mengatakan tidak pada pembongkaran
aib masa lalu. Heii, semua orang berhak berubah, bukan?:) Ini
perkara INTEGRITAS dan saya TAHU PASTI akan merapat ke KUBU mana.
Siapapun
pilihan anda, olahlah terlebih dulu data mentahnya ya. Siapapun yang
menang, toh kita akan angkat topi juga untuk mereka. Mau tak mau.
Suka tak suka. Jadi, stop lah mengirimi saya broadcast, gambar-gambar,
dan lain lain yang menjelekkan jagoan saya sepanjang waktu. Toh saya hanya memajang foto beliau di pp BBM pribadi saya, mengapa pula itu dijadikan dasar
menyerang saya? Saya tak melakukan apa-apa bentuk provokasi, bukan?
Marilah kita berdamai demi INDONESIA SATU :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar