Bayangkan jika anda
memiliki hari libur selama empat hari, lalu mengajak suami (dan anak sudah
pasti pasrah-lah dibawa kemana aja hehe) entah ke Jogja atau Bandung. Dan semuanya gagal porak poranda (gapopo)
karena suami tidak bisa cuti. Oh, oke. Saya sudah bukan lagi tipe perempuan
yang suka ribut-ribut memaksakan kehendak. Ehem. Saya pun berencana ke kampung
halaman saya, Padang. Namun itupun tidak jadi karena Ibu saya akan menyambangi
Jakarta di minggu yang sama. Jadilah saya menelan ludah dua kali. Baiklah,
sepertinya kita akan berputar-putar saja di dalam kota selama liburan empat
hari ini.
Tapi punya tapi. Suami berangkat kerja di hari Senin dan mengatakan akan pergi menyusul ayah ibunya ke Bogor dengan motor, selepas pulang kerja. Ow ow.
Ayah ibunya sedang membangun rumah baru disana. Mereka mengajak suami menginap tak hanya satu dua kali, tapi seringkali. Saya mengerti jika setiap malam Minggu, dua minggu sekali, digunakan suami menemani mereka. Ya, saya pun juga selalu ikut biasanya, tapi hari itu saya tidak sedang ingin pergi. Saya pikir, liburan ini bisa jadi milik kami….
Saya pun kecewa gundah gulana (haha).
Oke, baik. Sebagai istri yang (mencoba untuk jadi) baik, saya pun hanya menjawab , “Oh”. Tapi kalimat spontan yang ‘mengudara’ sejurus kemudian, “Aku sama anak kita ke Padang ya.”
Tarraa...
Sontak membuat suami kaget dan berkata, “Kok ngomong gitu?.”
Saya pun jelas-jelas menunjukkan ekspresi bersungut-sungut.
“Aku ga boleh ke Bogor? Kenapa sih emang?”
Masih saja tidak peka.
Akhirnya saya pun mengantar suami pergi kerja dengan masih jelas menampakkan kekecewaan di wajah saya.
Suasana hati yang masih kusut membuat saya langsung mengirim BBM ke suami.
Coba kita berfikir terbalik. Coba kalau aku pergi ninggalin kamu keluar kota sama orangtua aku ke villa kami. Aku tinggalin kamu sama anak kita di rumah. Berdua saja. Even cuma satu malam. Kira-kira bagaimana ya perasaan kamu?
(Saya dan suami memang tinggal sekota dengan orangtua suami, sedangkan orangtua saya di luar kota. Jarak rumah kami hanya kira-kira 15 menit dari rumah orangtua suami. Saudara saya berdomisili cukup jauh dari kami. Jadi kondisinya, saya benar-benar merasa kesepian jika harus ditinggal menginap).
Pesan terkirim.
Saya menghembuskan nafas lega. Uneg-uneg terungkap sudah.
Dibaca.
Tidak dibalas.
Kasihaan deh yaaa…
Baru ada balasan pukul 17.30, tepat pada jam pulangnya suami.
Aku ga jadi ke Bogor ya. Besok kita pergi main bertiga J
Yap, sesimpel itu. Tidak ada kata maaf, tidak ada kata I love you. Tapi membuat saya menangis haru. Padahal saya sudah memesan makanan siap saji untuk disantap malam itu karena saya sedang tidak ada energi untuk memasak. Jika memang suami ingin menemani orangtuanya, ya sudahlah. Yang penting saya sudah mengutarakan perasaan saya dengan jelas, agar suami mengerti.
Bukan, bukan saya memintanya memilih antara saya dan orangtuanya. Saya pun juga membutuhkan suami saya di saat liburan, kan? Kami sama-sama bekerja. Jarang sekali kami memiliki quality time hanya bertiga saja.
Jadi daripada marah-marah tidak tentu arah, lebih baik merajuk. Bisa bayangkan jika saya marah-marah tak jelas, malah rugi dua kali. Sudah batal liburan, pula membuat suami kesal. Merajuklah yang berilmu. Tetap sesuaikan pilihan katamu. Tetap hargai posisi suami sebagai imam-mu. Niscaya suami yang baik akan mengerti. Bukan, ini bukan tentang pilih aku atau mereka. Tetapi tentang perasaan…. (hahaha)
Tetap semangat and keep on loving
Tidak ada komentar:
Posting Komentar